Perhelatan SPOTLIGHT Indonesia kembali diselenggarakan oleh Indonesia Fashion Chamber (IFC). Dengan mengusung tema Cultural Fusion, SPOTLIGHT Indonesia 2024 resmi diselenggarakan pada tanggal 12-15 Desember 2024 di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC).
Ternyata, budaya Indonesia bukan hanya sebatas warisan benda saja. Ada juga kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang bisa dikulik, untuk kemudian menginspirasi sebuah karya busana para desainer yang ikut dalam perhelatan ini.
Para desainer yang memamerkan karya mereka di acara fesyen tahunan ini, bisa menampilkan pencampuran budaya dari mana saja. Bukan hanya sesama daerah di Indonesia, tapi juga bisa memadukannya dengan budaya dari luar negeri. Dalam event ini , SPOTLIGHT 2024 melibatkan lebih dari 100 desainer dan perajin, pelaku bisnis UMKM, dan pecinta fesyen Tanah Air.
“Kali ini temanya Cultural Fusion, ini adalah pencampuran semua kultur. Jadi sebenarnya, boleh aja dari seluruh Indonesia atau boleh dicampur dengan yang (negara) lain, nggak apa-apa. Jadi kita membebaskan supaya kreativitasnya lebih luas,” kata Lenny Agustin, National Chairwoman IFC, di Jakarta Convention Center Jakarta, Kamis (12/12).

Ia menambahkan, “ Kultur nggak mesti wastra aja sebenarnya, misalnya siluet kebaya yang aku pakai ini juga ada unsur kulturnya. Jadi kultur apapun yang ada di Indonesia itu bisa dipakai dan dicampurkan dalam konsep-konsep setiap desainer.”
Inspirasi para desainer dalam membuat koleksi-koleksi terbaru mereka bisa datang dari manapun. Bicara soal budaya, Lenny menekankan bukan hanya soal hal-hal yang tradisional. Bahkan keseharian masyarakat Indonesia yang semakin modern seperti kebiasaan minum kopi, hingga aktivitas pekerjaan pun, bisa menjadi sebuah budaya yang unik dari negara ini.
“Budaya kan luas ya, bukan budaya yang tradisional aja. Tapi kehidupan kita sehari-hari kan juga bisa jadi budaya. Misalnya sekarang pakai hijab juga budaya kita,” ujarnya.
BACA JUGA: Hello Kitty Kolaborasi dengan Desainer Lokal di Anniversary ke-50
Alasan mengapa budaya Indonesia sangat berpotensi untuk menjadi sebuah karya fesyen, adalah ciri khas yang mungkin tidak dimiliki oleh masyarakat di negara lain. Misalnya ketika mengadakan pameran fesyen di luar negeri saja, banyak pembeli dan investor asing melirik produk lokal lantaran model, warna, hingga motifnya yang tidak bisa mereka temukan di tempat lain.
“Lokal fesyen itu menjadi kekuatan, sebuah kekuatan untuk bersaing dengan dunia fesyen internasional. Jadi kalau kita tidak menggalakkan itu, apa yang kita miliki? Ini untuk memperkenalkan Indonesia yang sangat kaya akan budayanya, sangat kaya wastranya juga, tradisinya juga,” jelas Lenny Agustin.

IFC bermaksud menggugah kecintaan budaya, termasuk di kalangan perancang mode. Sebab menurut Lenny, banyak desainer baru yang gagap budaya, ketika diminta mengangkat kearifan lokal dalam koleksi mereka.
Tema Cultural Fusion diharapkan bisa menjembatasi aspek budaya Indonesia dengan selera pasar internasional dalam padanan harmonis. “Saya lihat saat pameran di luar (negeri), antusiasmenya luas banget. Asal kita bisa menyesuaikan detail-detail tersebut dengan (minat pasar) internasional, ini akan jadi menarik,” katanya.

Di kesempatan yang sama, Direktur Departemen Keuangan Syariah Bank Indonesia, Ita Rulina, mengatakan, ada tiga modal yang perlu dimiliki perajin maupun desainer dan pelaku bisnis UMKM agar berhasil memperkenalkan wastra Indonesia. Pertama, kepercayaan diri bahwa modest fashion berbasis wastra, bisa jadi lokomotif perekonomian nasional.
“Kedua, harus inovatif. Ini jadi kata kunci supaya produk berbasis wastra bisa mendunia. Inovatif bisa dari (pendekatan) sustainability dalam pembuatannya. Jika tidak inovasi, kita akan tergulung saingan kita,” jelasnya.
BACA JUGA: Ada Keindahan Lurik di Koleksi “Cascade” Amanda Hartanto
Ketiga, yang menurutnya sangat penting, adalah sinergi agar bisa maju bersama. Maka itu, pihaknya turut mendukung gelaran SPOTLIGHT dan berharap bisa terus berkolaborasi ke depannya. (*/rez)
Leave a Reply