Menurut Dr. Niluh, jika tidak segera ditangani, kondisi dry eye kronis dapat mengakibatkan peradangan atau infeksi pada konjungtiva, peradangan pada kornea, ulkus kornea atau luka terbuka pada kornea.
“Dampak lanjutan mata kering yang belum tertangani, tak jarang berupa pandangan kabur, yang membuat anak kesulitan membaca. Mengantisipasi itu, pemeriksaan mata secara dini dan berkala, menjadi solusi untuk mencegah dampak mata kering pada anak,” tandasnya.

Meski berdasar usia tidak ada perbedaan mata kering, tetapi proses anamnesis—pengumpulan informasi medis terperinci tentang riwayat kesehatan dan keluhan—pasien anak lebih sulit dibandingkan pasien dewasa. Karena anak seringkali belum bisa mendeskripsikan keluhan yang dirasakan secara verbal.
“Di sini kepekaan orang tua sangatlah krusial. Orang tua harus tanggap dan kritis, jika mendapati anak mulai menunjukkan gejala-gejala mata kering. Termasuk segera memeriksakan ke dokter mata. Lebih dari itu, orang tua harus tegas memberlakukan batasan screen time kepada anak. Dengan disiplin menjalankan screen time yang bijak, harapannya anak bisa terhindar dari risiko mata kering,” ujar Niluh.
BACA JUGA: Mengenali Tanda dan Cara Mengatasi Speech Delay
Dr. Niluh mengungkapkan, bahwa Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengeluarkan rekomendasi terkait screen time untuk anak-anak. Untuk anak di bawah usia 1 tahun, IDAI merekomendasikan agar mereka tidak menatap layar gawai sama sekali.
Anak usia 1-3 tahun sebaiknya memiliki screen time tidak lebih dari 1 jam per hari. Dengan catatan khusus, bahwa batita usia 1-2 tahun hanya diperbolehkan menatap layar untuk video chatting sebagai sarana komunikasi.
Bagi anak usia 3-6 tahun (pra sekolah), IDAI merekomendasikan screen time maksimal satu jam per hari, dengan penekanan pada semakin sedikit waktu layar, semakin baik. Anak usia 6-12 tahun (masa sekolah) disarankan memiliki screen time maksimal 90 menit per hari. Sedangkan untuk anak usia 12-18 tahun (sekolah menengah), screen time sebaiknya tidak lebih dari 2 jam per hari.
“IDAI mengeluarkan rekomendasi waktu screen time anak. Setiap umur anak, memiliki waktu screen time yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan anak, terutama mencegah mata kering pada anak,” tandas Dr. Niluh.
Untuk mengetahui kondisi mata kering, pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
- Dry Eye Questionnaire
- Schirmer Test (menilai volume air mata)
- Tear Break Up Time/TBUT (menilai stabilitas air mata)
- Ocular Surface Staining (menilai derajat peradangan)
- Meibography (menilai kondisi kelenjar Meibom di kelopak mata)
- TearLab Osmometer (menilai kadar osmolaritas air mata)
- keratograph (alat bantu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai permukaan mata serta stabilitas lapisan air mata).
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, dokter akan memberikan penanganan yang sesuai. Mulai dari artificial tears substitute/lubricants hingga punctal plug pada kondisi berat, untuk mengatasi volume air mata yang kurang. Pemberian anti-inflamasi dan antibiotik tetes mata maupun oral, untuk mengatasi peradangan dan kemungkinan infeksi pada mata, hingga pemberian autologous serum tetes mata untuk memperbaiki permukaan mata yang mengalami kerusakan. (*/rez)
Leave a Reply